Kompetisi Masa Depan

Kompetisi Inti

Apa yang dimaksud dengan kompetisi inti? Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Strategi: Sebuah Konsep Pengantar, Setiawan HP menganalogikan perusahaan sebagai pohon dan kompetensi inti merupakan akarnya. Kompetensi inti diperkenalkan oleh Hamel dan Prahalad yang diartikan sebagai kumpulan keterampilan dan teknologi yang memungkinkan suatu perusahaan menyediakan manfaat tertentu kepada pelanggan.

Semua kompetensi inti merupakan kapabilitas tetapi sebaliknya, tidak semua kapabilitas merupakan kompetensi inti. Hanya kapabilitas yang memiliki criteria tertentu yang dapat dimasukkan sebagai kompetensi inti,

  1. Valuable Capabilities. Kapabilitas yang memungkinkan perusahaan dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman yang dihadapi.
  2. Rare Capabilities. Kapabilitas yang dimiliki oleh sangat sedikit pesaing.
  3. Imperfectly Imitable Capabilities. Kapabilitas yang tidak mudah dikembangkan oleh para pesaing.
  4. Non Substitutable Capabilities. Kapabilitas yang tidak dapat disubsitusikan.

Jurus bersaing yang relative lebih baru diperkenalkan dua pakar manajemen Gary Hamel (professor dari London Business School), dan C.K. Prahalad (professor dari Stephen M. Ross School of Business, University of Michigan) pertengahan tahun lalu. Konsepnya diberi nama Strategic Intent. Rumusan ini mereka peroleh setelah memperhatikan beberapa perusahaan Jepang yang tadinya bukan siapa – siapa mampu mengobrak – abrik kedigdayaan perusahaan Amerika Serikat.

Hamel dan Prahalad juga memperkenalkan istilah strategic intent. Apakah strategic intent itu? Strategic intent adalah penyusunan strategi yang didasari oleh visi dan dikembangkan secara bertahap dan konsisten, “It is about rolling the future back into today”. Setiawan HP mendefinisikan strategic intent sebagai pemberdayaan sumber daya yang dimiliki perusahaan secara optimal. Strategic intent memiliki tiga komponen berikut,

  1. Stretch

Stretch adalah menciptakan aspirasi dan ambisi yang mungkin pada mulanya atau dalam kondisi normal, dirasakan tidak mungkin. Hal tersebut akan mendorong perusahaan dan karyawannya untuk merealisasikannya. Jadi, merupakan energy emosional yang menyatukan semua sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mencapai mimpinya.

  1. Foresight

Agar energy emosional terarah dengan tepat, dibutuhkan foresight yang tidak hanya memprediksi masa depan tetapi juga berimajinasi tentang masa depan seperti apa yang harus diciptakan oleh perusahaan berdasarkan berbagai kecenderungan yang ada, misalnya kecenderungan teknologi, perilaku konsumen, lingkungan, dan sebagainya.

  1. Leverage

Leverage adalah bagaimana menciptakan pengaruh yang lebih besar dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan saat ini.

Kompetisi Menuju Masa Depan

Hamel dan Prahalad membuka tulisan dalam bukunya Competing for the Future dengan menanyakan berapa porsi waktu perusahaan untuk memikirkan masa depan. Jika perusahaan memiliki porsi yang terbesar untuk memikirkan kondisi perusahaan yang dihadapi saat ini, siap – siaplah untuk tergilas oleh lokomotif persaingan yang terus melaju menuju masa depan. Menurut Hamel dan Prahalad, perusahaan yang memiliki mimpilah yang akan muncul menjadi pemenang. Mimpi, menurut Hamel dan Prahalad, merupakan sumber energy yang menggerakkan seluruh otot dan syaraf organisasi. Mimpi disini dimaksudkan sebagai visi. Hamel dan Prahalad menyebut konsepnya sebagai strategic intent. Strategi harus dimulai dengan visi. Misalnya, mimpi Motorola terhadap dunia tanpa kabel (wireless). Dalam mimpi itu digambarkan suatu ketika nomor telepon tidak dicantumkan pada pesawat telepon tetapi pada manusia. Jadi, mereka bermimpi bahwa suatu ketika semua manusia akan mengantungi telepon portable.

Karena menyangkut soal visi, strategi harus memiliki pandangan ke depan. Pemenangnya dapat melakukan dengan berbagai cara. Menciptakan monopoli terhadap produk tertentu ketika pesaing belum berani memulai (Sony melalui walkman dan Chrysler dengan minivans – nya), menciptakan standar sehingga yang lain harus mengikuti standar tersebut (Matshushita dengan VCR – nya dan Microsoft dengan DOS – nya) atau mempelopori rule of game yang baru (seperti

discount stores – nya Wal Mart).

Dalam strategic intent, mimpi harus memiliki obsesi untuk menang dan harus dicapai secara bertahap. Canon melakukannya dengan mematok Xerox dengan emosi yang sangat terkendali. Mula – mula mereka memahami teknologi dan hak paten. Xerox kemudian mengambil lisensi Xerox untuk masuk pasar. Hal itu adalah awal untuk mengembangkan R&D nya sendiri. Teknologi sendiri ditemukan lalu ditawarkan kepada industri lain untuk membiayai kegiatan R&D lainnya. Setelah siap, baru masuk ke berbagai segmen pasar di Jepang dan Eropa dimana Xerox tidak dominan.

Dalam strategic intent, masa depan bukan hanya harus dibayangkan tetapi harus dibangun. Jadi, dibutuhkan seorang arsitek yang dapat menciptakan hal yang belum tercipta, gabungan antara dreamer dan draftsman, antara seni dengan rekayasa. Dalam kegiatan itu, muncul istilah strategic architecture yang merupakan gabungan antara information architecture (pengetahuan tentang masa depan), social architecture (perilaku, nilai, dan struktur), dan financial architecture. Hamel dan Prahalad menyebut strategic architecture sebagai high level blueprint for the deployment of new functionalities, the acquisition of new competencies, or the migration the reconfiguring of the interface with customers. Filosofi yang paling menarik dari strategic intent adalah the best way to predict the future is to create the future.

Melihat Pandangan Baru Tentang Strategi

Dasar pemikiran Prahalad sederhana saja, persaingan meraih masa depan adalah persaingan untuk menciptakan dan mendominasi peluang yang muncul, memperebutkan ruang bersaing yang baru. Menciptakan masa depan lebih menantang dibandingkan mengejar ketertinggalan karena kita harus membuat sendiri peta jalan kita. Tujuannya bukan sekedar meniru produk dan proses pesaing serta meniru metodenya, melainkan mengembangkan titik pandang yang independen tentang peluang masa depan dan bagaimana memanfaatkannya. Menciptakan jalur (path breaking) jauh lebih menguntungkan dibandingkan mematok duga (benchmarking). Orang tidak mungkin tiba paling dulu di masa depan dengan membiarkan orang lain menjadi perintis.

Tersirat disini bahwa pandangan tentang strategi sangat berbeda dari pandangan yang dianut di banyak perusahaan. Hal itu adalah pandangan tentang strategi yang menyadari bahwa perusahaan harus melepaskan sebagaian besar masa lalunya sebelum perusahaan dapat menemukan masa depan. Hal itu adalah pandangan yang menyadari bahwa tidaklah cukup dengan hanya mendapatkan posisi optimal di pasar yang sudah ada. Tantangannya adalah menembus kebut ketidakpastian dan mengembangkan wawasan ke depan. Hal itu adalah pandangan tentang strategi yang menyadari diperlukan lebih daripada sekedar rencana tahunan tetapi yang dibutuhkan adalah arsitektur strategik yang memberikan cetak biru untuk membangun kompetensi yang diperlukan untuk mendominasi pasar masa depan.

Dengan pandangan baru tersebut, tidak perlu memikirkan ketidakcocokan antara tujuan dan sumber daya tetapi lebih mementingkan penciptaaan tujuan abadi (stretch goals) yang menantang para karyawan untuk mencapai apa yang nampaknya tidak mungkin. Strategi adalah upaya untuk mengatasi kendala sumber daya melalui kegiatan kreatif tanpa akhir untuk mendapatkan resource leverage yang lebih baik.

Ilustrasi Kompetensi Inti: Wal Mart

Raksasa eceran Wal Mart dari Amerika itu membuktikan janjinya kepada konsumen. Wal Mart sanggup menurunkan harga sampai tiga kali dalam sehari. Pesaingnya yang merasa terancam, menuduh Wal Mart melakukan dumping. Akan tetapi, Wal Mart membantah seraya menunjukkan bagaimana cara berusaha eceran yang efisien. Sukses Wal Mart dalam melakukan cut cost itu bermula di awal tahun 1970 – an. Ketika itu, di Amerika, Wal Mart melakukan dua langkah inovasi. Pertama, memusatkan barang yang dipesan pada satu tempat yang sekaligus menjadi pusat distribusi. Jadi, tidak ada satu pun outlet yang menerima barang langsung dari pemasok. Dengan cara itu, banyak biaya untuk gudang dan truk yang berangkat dari pusat distribusi akan selalu penuh dengan pesanan dari beberapa outlet.

Kedua, tahun 1980 – an, Wal Mart mulai menerapkan sistem komputer terpadu yang menghubungkan 1800 tokonya dengan pusat distribusi sekaligus dengan para pemasok besar. Dengan Electronic Data Interchange (EDI) itulah, order pesanan, pengiriman bukti transaksi, dan kuitansi penagihan dari toko ke pusat distribusi, dan dari pusat distribusi ke pemasok, berlangsung dengan cepat. Gerak cepat serupa juga dapat terlihat dari 25 pusat distribusinya. Disana ada ban berjalan yang dipandu dengan sinar laser sehingga setiap barang yang masuk langsung tercatat di komputer. Begitu pula dengan barang yang siap dikirim ke toko, melalui proses yang sama cepatnya.

Wal Mart memiliki kompetensi inti di manajemen logistic sehingga dapat mendominasi bisnis eceran. Outlet yang dimiliki Wal Mart hamper merambah ke seluruh negara bagian Amerika dan luar Amerika. Dengan komptensi inti di manajemen logistik, Wal Mart dapat menghemat banyak biaya produknya dan menghemat banyak waktu sehingga dapat menjual dengan harga di bawah harga pesaing.

Hypercompetition (Richard A D’Aveni)

Pada tahun 1980, Michael Porter dalam bukunya Competitive Strategy memberikan suatu teknik untuk menganalisis struktur industri dan lingkungan persaingan serta menyarankan langkah yang dapat diambil perusahaan untuk mendapat keunggulan bersaing. Dengan keunggulan yang dimiliki, perusahaan dapat memenangkan persaingan. Banyak perusahaan telah menempuh cara yang disarankan Porter untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Akan tetapi, karena semua perusahaan berusaha memperoleh keunggulan bersaing sehingga tingkat persaingan semankin ketat. Keunggulan yang dimiliki ternyata tidak dapat bertahan lama. Persaingan untuk mengungguli antara para pemain dalam suatu industri telah mengubah situasi persaingan dalam industri, dari yang tadinya relative statis menjadi lebih dinamis, sehingga menyebabkan keunggulan bersaing tidak dapat bertahan lama (sustainable) karena keunggulan lainnya diciptakan pesaing.

Situasi persaingan yang ditandai dengan dinamika tinggi tersebut, disebut oleh seorang guru besar di Amos Tuck School of Business Administration di Darmout, Amerika yang bernama Richard A D’Aveni sebagai hypercompetition. Dalam bukunya Hypercompetition: Managing the Dynamics of Strategic Maneuvering yang disusun bersama Robert Gunther, D’Aveni menggambarkan proses keruntuhan dari apa yang dinamakan keunggulan bersaing tradisional serta munculnya keunggulan baru dan memperkenalkan teknik baru untuk digunakan dalam menganalisis dinamika persaingan dalam situasi hypercompetition.

Konsep strategic lama seperti strategic fit, sustainable competitive advantage, barriers to entry, long rang planning, dan SWOT analisis menurut D’Aveni akan berguguran bila dinamika persaingan yang dihadapi adalah hypercompetition.

Cara Baru Melihat Keunggulan Bersaing

Melihat keunggulan bersaing dengan cara baru adalah dalam pandangan yang dinamis. Dalam pandangan tersebut, ada beberapa ketentuan yang berlaku,

  1. Setiap keunggulan akan mengalami erosi.

Hal itu bearti bahwa keunggulan bersaing tidak akan tetap bertahan sebagai suatainable competitive advantage. Cepat atau lambat, pesaing akan meniru atau bahkan mengatasi keunggulan yang sudah dimiliki terebut. Bila hal tersebut terjadi maka keunggulan itu tidak akan berarti apa – apa lagi.

  1. Membuat keunggulan bertahan lama bearti bunuh diri.

Berusaha mempertahankan keunggulan bersaing yang dimiliki, menurut D’Aveni bearti member kesempatan kepada pesaing untuk memperkuat diri dan mendapatkan keunggulan baru.

  1. Tujuannya ialah meruntuhkan, bukan membuat sustainable competitive advantage.

Dalam situasi hypercompetition, tujuan utama strategi adalah meruntuhkan status quo dan mengambil inisiatif dengan menciptakan sederetan temporary competitive advantage. Dengan cara tersebut, perusahaan akan selalu selangkah di depan dibandingkan dengan para pesaingnya, bergerak dari satu keunggulan ke keunggulan yang baru.

  1. Mengambil inisiatif dengan langkah kecil.

Karena siklus persaingan semankin pendek, kebutuhan untuk mendapatkan keunggulan baru dengan cepat menjadi meningkat. Dengan demikian, tidak mungkin lagi memikirkan strategi untuk lima atau sepuluh tahun ke depan. Hal yang dibutuhkan adalah serentetan langkah pendek yang akan diambil berurutan.

Cara Lama Melihat Keunggulan Bersaing

Cara lama melihat keunggulan bersaing, menurut D’Aveni, adalah persaingan berada dalam situasi relative statis. Keunggulan bersaing dalam situasi statis tersebut, diperoleh dari keberhasilan dalam empat arena kunci persaingan sebagai berikut,

  1. Harga dan Kualitas (Price and Quality)

Pandangan yang paling sederhana tentang keunggulan bersaing adalah perusahaan bersaing dengan harga atau dengan kualitas barang. Dengan harga rendah diharapkan penjualan meningkat dan biaya tetap dapat dialokasikan pada volume penjualan yang besar. Harga rendah tersebut hanya mungkin jika biaya produksi juga rendah dan hal tersebut dapat dilakukan menggunakan konsep Porter Overall Cost Leadership. Dengan harga yang tinggi diharapkan dapat diperoleh margin yang tinggi dengan kualitas yang tinggi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan konsep Porter Product Differentiation. Dalam pandangan itu, keunggulan yang dimiliki, baik berupa harga maupun kualitas, dapat bertahan lama dengan upaya tertentu. Akan tetapi, dalam pandangan yang lebih dinamis, keunggulan yang diperoleh, baik dengan harga maupun kualitas, tidak akan bertahan lama. Pesaing akan muncul dengan produk yang berkualitas atau dengan harga yang lebih rendah.

  1. Waktu dan Pengetahuan (Time and Know – How)

Arena persaingan kedua adalah dengan memasuki pasar lebih dulu dari pesaing dan dengan pengusaan teknologi. Dalam pandangan yang statis, keunggulan itu juga dapat dipertahankan dalam jangka waktu cukup lama. Namun, dalam pandangan yang lebih dinamis tentang keunggulan bersaing, masing – masing pesaing akan berusaha terlebih dahulu dalam memasuki pasar dengan menguasai teknologi untuk inovasi produk.

  1. Daerah Kekuasaan (Strongholds)

Arena persaingan ketiga untuk mendapatkan keunggulan bersaing dalam pandangan statis adalah dengan membatasi jumlah pesaing dalam daerah kekuasaan tertentu dengan menciptakan Barrier to Entry. Dengan jumlah pesaing yang sedikit, masing – masing akan menikmati laba besar dan situasi itu akan bertahan selama Barriers to Entry dapat dipertahankan. Dalam pandangan yang lebih dinamis tentang keunggulan bersaing, Barriers to Entry pada akhirnya akan runtuh karena pesaing yang ingin masuk akan melakukan segala upaya untuk mengatasi rintangan tersebut.

  1. Dompet Tebal (Deep Pocket)

Arena persaingan keempat adalah menggunakan sumber daya yang lebih besar. Dengan banyaknya sumber daya yang digunakan, perusahaan akan memiliki kapasitas bersaing lebih besar. Akan tetapi, dalam pandangan yang lebih dinamis, keunggulan tersebut akan hilang bila beberapa pesaing membentuk aliansi untuk menghadapi perusahaan yang memiliki sumber daya lebih besar.

Pandangan dinamis tentang keunggulan bersaing, menurut D’Aveni didasarkan pada tiga prinsip dasar berikut,

  1. Interaksi Strategis yang Dinamis

Prinsip pertama, bahwa dalam strategi bersaing, semua aksi sebenarnya adalah interaksi. Setiap langkah strategis yang diambil perusahaan sebenarnya adalah counter move atau sebagai antisipasi terhadap langkah pesaing. Dalam setiap interaksi yang dinamis, suatu perusahaan yang mengambil langkah untuk mendapatkan keunggulan sementara akan segera dibalas oleh pesaing untuk menetralisasi persaingan atau mendapatkan keunggulan baru. Perusahaan pertama akan terpaksa mengambil tindakan balasan lagi dan situasi itu akan terus berlanjut sehingga situasi persaingan dalam industri tersebut akan menjadi lebih ketat.

  1. Strategi adalah Relatif

Prinsip kedua yang mendasari pandangan baru tengang keunggulan bersaing adalah bahwa tidak ada strategi yang mutlak, semuanya relative. Posisi persaingan suatu perusahaan serta ketahanan keunggulan yang dimilikinya selalu dilihat dalam hubungannya dengan pesaing. Posisi perusahaan A dikatakan kuat sebagai low cost producer, kalah semua pesaing berada pada posisi yang lebih lemah. Artinya, biaya mereka lebih tinggi daripada perusahaan A. Begitu pula dalam hal ketahanan keunggulan yang dimiliki suatu perusahaan, hal itu dilihat dari reaksi pesaing terhadap keunggulan tersebut.

  1. Kecenderungan dalam Empat Arena Persaingan

Prinsip ketiga adalah posisi strategis suatu perusahaan tidak hanya relative terhadap para pesaing tetapi juga dilihat dalam konteks sejarah itneraksi yang dilakukan oleh pesaing. Oleh sebab itu, pesaing harus memproyeksikan kecenderungan jangka panjang untuk memahami kemana arah persaingan tersebut. Keempat arena persaingan yang diuraikan menyediakan suatu kerangka yang berguna untuk menelusuri interaksi strategis yang dinamis antara pesaing dalam jangka waktu yang panjang dan untuk memahami evolusi industri.

Tangga Eskalasi dan Hypercompetition

Penelitian yang dilakukan D’Aveni tentang perjalanan sejarah dalam masing – masing arena persaingan memperlihatkan adanya dua jenis eskalasi,

  1. Eskalasi dalam Arena

Suatu gerakan strategis dalam satu arena persaingan, umpamanya menurunkan harga yang lebih rendah dan seterusnya sehingga persaingan tidak berhenti mengalami eskalasi.

  1. Eskalasi Lintas Arena

Karena tidak ada lagi ruang gerak dalam arena persaingan yang sama, persaingan dapat meningkat melintasi garis batas arena. Karena tidak mungkin lagi meningkatkan mutu produk, misalnya, perusahaan memasuki arena lain sehingga eskalasi persaingan berjalan dalam bentuk lintas arena. Eskalasi lintas arena tersebut, tidak berjalan secara beraturan tetapi dapat meloncat dan berputar balik.

Aturan Baru dalam Hypercompetition: 7S Baru

Berdasarkan hasil pengamatannya atas perusahaan yang berhasil dalam hypercompetition, D’Aveni mengemukakan satu set rancangan baru yang disebut 7S baru. Konsep tersebut dimaksudkan untuk menggantikan kerangka &s dari McKinsey yang dikatakannya tidak lagi berlaku dalam situasi hypercompetition. Menurut McKinsey, keunggulan bersaing diperoleh dengan menciptakan keserasian (fit) antara karakteristik kunci organisasi dan memusatkan karakteristik tersebut pada satu tujuan atau misi. Hal ini menuntut adanya keserasian antara strategi organisasi dan lingkungan serta keserasian antara ketujuh factor inti internal organisasi, yaitu structure, strategy, system, style, skill, staff, dan superordinate goals, yang biasanya disebut 7S.

Keserasian tersebut, menurut D’Aveni mengandung pengertian permanen. Dalam situasi hypercompetition, hal tersebut sudah kuno dan mudah dipatahkan pesaing. Pesaing bahkan dapat memanfaatkan 7S itu untuk melancarkan serangan terhadap perusahaan sendiri. Ketujuh S baru yang disarankan D’Aveni sebagai berikut,

  1. Superior stakeholder satisfaction
  2. Strategy soothsaying
  3. Posititioning for speed
  4. Posititioning for surprise
  5. Shifting the rules of competition
  6. Signaling strategic intent
  7. Simultaneous and sequential strategic thrust

Dua S pertama yang diperkenalkan D’Aveni menentukan sumber keunggulan baru dan cara memperolehnya. Superior stakeholders satisfaction adalah kunci untuk memenangkan setiap interaksi strategis yang dinamis dengan pesaing. Proses mengembangkan keunggulan baru atau menumbangkan keunggulan pesaing dimulai dengan memahami bagaimana memuaskan pelanggan. Dengan mengenali cara memuaskan pelanggan, perusahaan dapat mengidentifikasi langkah selanjutnya untuk mengambil inisiatif. Akan tetapi, pelanggan bukan satu – satunya stakeholders yang harus dipuaskan. Karyawan juga harus dipuaskan supaya perusahaan dapat melaksanakan langkah strategis.

Strategi soothsaying adalah proses mencari pengetahuan baru untuk meramalkan atau bahkan menciptakan peluang baru yang akhirnya akan dimanfaatkan pesaing tetapi saat ini tidak seorangpun yang menggunakannya. Kedua S tersebut berbeda dari pemikiran konvensional tentang keunggulan karena menurut konsep itu, sumber keunggulan dalam kemampuan untuk memenangkan setiap interaksi strategis yang dinamis dengan pesaing. Hal itu dicapai dengan menemukan cara memuaskan pelanggan dengan cara baru dan lebih baik daripada cara lama. Untuk itu, diperlukan dua kompetensi berikut,

  1. Karyawan yang termotivasi dan mempunyai wewenang pada semua tingkatan organisasi.
  2. Pengetahuan tentang masa depan atau kemampuan untuk menciptakan masa depan.

Semuanya itu memungkinkan perusahaan hypercompetition untuk meruntuhkan pasar dengan menciptakan peluang baru dan membuat kuno cara lama melayani pelanggan. Agar cepat mendapatkan manfaat dari visi yang diidentifikasi dengan S pertama, perusahaan harus mengembangkan kemampuan untuk meruntuhkan menggunakan dua S berikutnya, yaitu speed dan surprise. Dengan kemampuan itu, perusahaan dapat bereaksi dengan cepat terhadap peluang yang ada pada lingkungan atau secara proaktif membuat gerakan untuk mengungguli pesaing pada setiap tahapan dari interaksi strategis yang dinamis antara perusahaan.

Karena keunggulan mengalami erosi dengan cepat, kemampuan untuk bertindak dengan cepat dan mengejutkan menjadi sangat penting untuk merebut inisiatif. Kecepatan dan kejutan dibutuhkan untuk memanfaatkan peluang, bergerak cepat menyerang pesaing, atau membalas serang pesaing. Kecepatan juga merupakan kunci dari keunggulan bersaing karena dengan itu kemampuan perusahaan akan bertambah untuk melayani pelanggan dan memiliki waktu yang tepat untuk memasuki pasar. Kejutan juga sangat penting untuk keberhasilan. Semankin lama pesaing dapat ditunda memasuki pasar dengan serangan yang mengejutkan, semankin banyak waktu bagi perusahaan untuk memperkuat posisi di pasar.

Kedua S itu menyarankan bahwa keunggulan dalam setiap interaksi strategis yang dinamis terletak pada kemampuan organisasi yang memungkinkan perusahaan mengungguli pesaing dengan kejutan dan kecepatan. Karena perusahaan hanya mampu menciptakan keunggulan sementara dengan setiap langkah baru untuk memuaskan pelanggan, diperlukan serangan yang cepat dan tanpa peringatan sebagai salah satu cara untuk mempertahankan keunggulan sementara selama mungkin.

Ketiga S terakhir berkenaan dengan taktik yang digunakan dalam lingkungan hypercompetition. Shifting the rules of competition berhubungan dengan tindakan yang menentukan medan pertempuran baru. Dengan mengubah aturan permainan, perusahaan menciptakan peluang baru untuk memuaskan pelanggan, cara abru melakukan transofrmasi pada industri. Perubahan aturan permainan itu tidak selalu merupakan hasil dari inovasi teknologi. Signals – peringatan verbal dari strategic intent – merupakan pengantar yang penting bagi tindakan yang lebih hebat. Singal dapat menahan tindakan pesaing atau menciptakan ketidakpastian yang mengikis kemauan mereka untuk bertahan terhadap serangan. Jadi, signal dapat digunakan untuk meruntuhkan status quo dan interaksi antar perusahaan dan dengan demikian menciptakan keunggulan.

Simultaneous and sequential strategic thrust adalah penggunaan serangkaian tindakan yang dirancang untuk membingungkan pesaing dan meruntuhkan status quo untuk menciptakan keunggulan baru atau mengikis keunggulan pesaing. Dengan serangkaian serangan yang serentak atau berurutan, diharapkan perusahaan akan mendapatkan keunggulan. Ketiga S itu menyarankan bahwa memenangkan interaksi strategis yang dinamis ada hubungannya dengan cara terjadi interaksi tradisional antara pesaing menggunakan signal, cara bersaing baru dengan mengubah aturan permainan, dan tindakan serentak dan berurutan yang memanipulasi tindakan pesaing.

Bentuk Baru Keunggulan Bersaing

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa satu – satunya keunggulan bersaing yang dapat bertahan lama adalah yang didasarkan pada pengetahuan bahwa 7S baru memberikan jalan bagaimana mengendalikan interaksi strategis yang dinamis dengan pesaing. Dalam hypercompetition, penekanan diletakkan pada penggunaan interaksi strategis yang dinamis untuk menetralisasi keunggulan yang dimiliki pesaing atau bahkan menciptakan keunggulan baru.

Ilustrasi Hypercompetition: Microsoft Coorporation

Ilustrasi yang paling menarik adalah strategi yang diterapkan Bill Gates melalui Microsoft – nya. Microsoft melalu produk software MS – DOS berhasil merajai industry software komputer. Hal tersebut terlihat pada era 1980 – an, hamper semua PC di seluruh dunia menggunakan MS – DOS sebagai operating system – nya. Saat itu, tidak terbayangkan bahwa MS – DOS justru hancur karena produk baru yang diluncurkan oleh Microsoft sendiri, yaitu Microsoft Windows. Saat ini, hamper semua PC di seluruh dunia menggunakan Microsoft Windows sebagai operating system – nya menggantikan MS – DOS.

Dalam industri software komputer yang persaingan sangat tinggi dan perubahan yang terjadi sudah merupakan hitungan detik, bukan lagi menit atau bahkan jam, persaingan sangat dinamis sehingga penerapan sustainable competitive advantage akan menyebabkan perusahaan tertinggal dibandingkan dengan para pesaing. Microsoft tidak terpaku mempertahankan keunggulan bersaing yang dimiliknya pada produk MS – DOS. Sebelum pesaing menciptakan keunggulan baru untuk mengalahkan keunggulan MS – DOS, Microsoft menciptakan keunggulan baru yang lain melalui produk Windows – nya.

Crafting Strategy, Henry Mintzberg

Bayangkan bagaimana sebuah perusahaan membuat perencanaan strategi. Sebuah grup atau komite khusus dibentuk untuk membuat perencanaan strategi tersebut. Grup ini terdiri atas manager senior, analisis, dan staff ahli yang bekerja secara sistematis dan analitis dalam menganalisis kelebihan dan kelemahan perusahaan dan mengamati peluang serta ancaman yang akan dihadapi perusahaan. Dari analisis tersebut, grup memformuliaskan strategi yang tepat bagi perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi internal dan kondisi eksternal perusahaan.

Sekarang bayangkan seorang pelukis membuat lukisannya. Dengan keterampilan dan bakat yang dimilikinya, dia mencoba menuangkan aspirasinya dalam sebuah lukisan sehingga dia dapat membuat lukisan yang benar – benar dapat mengekspresikan apa yang dimilikinya dan apa yang menjadi harapannya. Hal itu yang menjadi ide Mintzberg dalam upaya perusahaan memformulasikan perusahaannya. Mintzberg berpendapat dalam memformulasikan strategi akan lebih efektif jika proses formulasi strategi tidak hanya berjalan secara mekanis tetapi lebih dari itu. Bagaikan seorang pelukis, dia duduk di antara masa lalu perusahaan yang mencerminkan kemampuan perusahaan dan masa depan perusahaan yang mencerminkan kesempatan di masa depan yang dengan keterampilan dan bakatnya mencoba melukis masa depan perusahaan sehingga dapat ditentukan strategi yang tepat dan efektif bagi perusahaan. Strategi diformulasikan melalui proses kreatif yang dikerjakan oleh orang yang ahli dan memiliki keharmonisan antara keterampilan dan bakat. Hal itulah yang merupakan esensi dan crafting strategy. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam crafting strategy sebagai berikut,

  1. Strategi merupakan gambaran antara kapasitas perusahaan di masa lalu dan kemampuan perusahaan menangkap peluang yang muncul di masa depan serta menghadapi ancaman yang muncul dalam lingkungan bisnis.
  2. Strategi dapat ditentukan bukan hanya disengaja melalui suatu proses yang mekanis dan sistematis tetapi sering muncul dari proses kreatif dengan pola yang terkadang tidak sistematis.
  3. Strategi yang efektif dikembangkan melalui berbagai cara yang kadang – kadang tidak lazim tetapi justru efektif dalam menentukan strategi yang tepat bagi perusahaan.
  4. Dengan kondisi lingkungan yang terus menerus mengalami perubahan, penerapan manajemen strategi yang konvensional menjadi tidak efektif. Reorientasi strategi terjadi sangat cepat sehingga muncul yang disebut quantum leap. Penekanannya adalah pada kemampuan perusahaan dalam mengembangkan strategi baru dan kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan munculnya orientasi bisnis yang baru.
  5. Dalam mengelola strategi, seorang ahli strategi digambarkan sebagai perencana atau penentu visi perusahaan yang harus memiliki kemampuan sebagai berikut,
  1. Mampu mengelola kestabilan sehingga dapat meminimalkan factor ketidakpastian.
  2. Mampu mendeteksi suatu trend yang tidak umum atau tidak biasa. Tantangan besar dalam crafting strategy adalah dalam mendeteksi munculnya trend yang tidak umum atau tidak biasa dan memasukkannya dalam memprediksi bisnis di masa depan.
  3. Memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai bisnis yang dihadapinya. Bukan hanya pengetahuan intelektual dan kemampuan analisis terhadap fakta dan angka tetapi keterampilan pribadi, bakat, dan pemahaman yang mendalam mengenai bisnis akan sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam mengelola strategi.
  4. Mampu mengelola pola yang ada. Kemampuan untuk mendeteksi pola yang ada akan membantu perusahaan dalam menentukan bentuknya. Dalam organisasi yang kompleks bearti mengembangkan suatu struktur yang fleksibel, mempekerjakan sumber daya manusia yang kreatif, mendefinisikan strategi dalam konteks yang luas, dan memperhatikan terhadap pola yang mungkin muncul.
  5. Kemampuan merekonsiliasi perubahan yang terjadi dengan kontinuitas.

This entry was posted in Bussiness Strategy. Bookmark the permalink.

2 Responses to Kompetisi Masa Depan